Hukum Puasa Wanita Menyusui, Ibu-Ibu Harus Tau!!!

By. Darma Taujiharrahman - 20 Mar 2023

Bagikan:
img

batemuritour.com - Hai sobat Annabil!!! taukah kalian tentang bulan Ramadhan? Bulan Ramadhan adalah salah satu bulan yang memiliki berjuta kemulian di dalamnya. Pada bulan ini juga diwajibkan melaksanakan ibadah puasa serta membayar zakat fitrah.

 

Islam sebagai agama yang paling sempura dan telah mengatur seluruh hal yang berkenaan dengan kewajiban penganutnya, ternyata juga telah mengatur berbagai ketentuan yang dapat meringankan kewajiban-kewajiban yang dianggap memberatkannya.

 

Keringanan ini juga seringkali disebut dalam istilah rukhsah fil IslamRukhsah atau keringanan ini banyak diperoleh dalam berbagai ibadah, khususnya pada ibadah-ibadah yang wajib seperti shalat dan puasa.

 

Baca juga: 2 Sunnah Berbuka Puasa Yang Harus Diketahui

 

Sebagaimana dalam al-Quran juga telah dijelaskan pada al-Baqarah: 286 

 

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا


“Allah Tidakmembebani seseorang kecuali sesuai kemampuannya.”

 

Dan juga pada Qs Al Baqarah: 185

 

يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ

 

“Allah menghendaki kemudahan bagi kalian dan tidak menghendaki kesulitan bagi kalian.” 

 

Sebagai suatu contoh, meskipun shalat sambil "berdiri" adalah suatu keharusan, itu dapat diterima bagi mereka yang karena alasan medis tidak dapat shalat sambil berdiri untuk beribadah sambil duduk atau tidur. Di saat krisis, beberapa makanan yang sangat dilarang diperbolehkan untuk menyelamatkan nyawa.

 

Hal yang sama berlaku puasa, salah satu dari lima dasar Islam atau rukun Islam. Meskipun pengabdian atau ibadah tahunan ini pada dasarnya diwajibkan bagi setiap Muslim, Allah masih menawarkan bantuan kepada individu tertentu untuk tujuan tertentu. Di antara mereka ada yang sakit. Jika penyakitnya membahayakan puasanya, maka diperbolehkan baginya untuk meninggalkannya. Selain itu, jika si sakit mati-matian berusaha berpuasa, mungkin karena terlalu asyik beribadah hingga meninggal dunia, agama justru menilainya sebagai orang yang maksiat daripada ibadah.

 

Dalam kasus ini juga dijelaskan adanya persamaan antara seorang wanita yang menyusui bayinya, dalam waktu radha'ah atau usia menyusui ekslusif yaitu hingga 2 tahun. Dalam hal ini terdapat beberapa pendapat ulama yaitu diantara mereka ada yang menyamakan dengan orang sakit sehingga diperbolehkan tidak berpuasa lalu mengqadhanya. Namun di antara mereka ada yang menyamakan dengan orang yang tidak mampu berpuasa sehingga hanya cukup membayar kafarah berupa fidyah.

 

Baca juga: Kategori Penerima Keringanan Puasa Yang Perlu Diketahui

 

Puasa Wanita Hamil dan Menyusui

 

Sebelum ini, harus jelas bahwa wanita meyusui memiliki pilihan yang sama dengan orang sakit mengenai berbuka atau tidak. Wanita  meyusui tidak selalu diharuskan berpuasa, dan mereka juga tidak selalu bisa meninggalkan kewajiban puasa. Ini tergantung pada kesehatan wanita secara keseluruhan dan kemungkinan konsekuensi yang tidak menguntungkan akan terwujud.  

 

Dilansir dari NU online bahwa wanita meyusui umumnya termasuk dalam tiga kategori yang memiliki implikasi hukum yang berbeda-beda mengenai wajib atau tidaknya puasa selama bulan Ramadhan, membuat mereka mirip dengan orang sakit dalam hal ini. Tiga keadaan ini secara ringkas dijelaskan dalam kitab Nihayah az-Zain Syarh Qurratul ‘Ain bahwa bagi orang sakit terdapat tiga keadaan:

  1. Pertama, ketika ia menduga akan terjadi bahaya pada dirinya yang sampai memperbolehkan tayamum, maka makruh baginya berpuasa dan boleh baginya untuk tidak berpuasa.
  2. Kedua, ketika ia yakin atau memiliki dugaan kuat (dhann) akan terjadi bahaya atau uzur yang mengenainya akan berakibat pada hilangnya nyawa atau hilangnya fungsi tubuh, maka haram baginya berpuasa dan wajib untuk tidak berpuasa.
  3. Ketiga, ketika rasa sakit hanya ringan, sekiranya ia tak menduga akan terjadi bahaya yang sampai memperbolehkan tayamum, maka haram baginya tidak berpuasa dan wajib untuk tetap berpuasa selama tidak khawatir sakitnya bertambah parah. Sama halnya dengan orang yang sakit adalah petani, nelayan, buruh, perempuan hamil dan menyusui, meskipun kehamilan hasil dari zina atau wathi syubhat

(Syekh Muhammad bin ‘Umar bin ‘Ali bin Nawawi al-Bantani, Nihayah az-Zain Syarh Qurratul ‘Ain, juz 1, hal. 367)

 

Ada dua kekhususan mengenai kewajiban mengqadha puasa seorang wanita saat hamil dan dalam keadaan yang diperbolehkan baginya untuk berbuka.

  1. Pertama, ketika ia tidak berpuasa karena khawatir terhadap kondisi fisiknya atau khawatir kondisi fisiknya sekaligus kondisi kandungannya, maka dalam dua keadaan tersebut ia hanya diwajibkan mengqadha’i puasanya saja.
  2. Kedua, ketika ia hanya khawatir pada kondisi kandungannya, dalam keadaan demikian ia berkewajiban mengqadha’i puasanya sekaligus membayar fidyah

 

Dalam Hasyiyah al-Qulbiyah juga dijelaskan secara lebih spesifik lagi bahwa yang dimaksud dengan khawatir terhadap kondisi bayinya jika tetap berpuasa, adalah kekhawatiran akan kesehatan kandungan asi jika ia tetap melaksanakan puasa sampai selesai



Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa aturan puasa yang asli bagi wanita yang sedang menyusui adalah wajib. Namun, jika dia memiliki alasan untuk percaya bahwa puasa akan membahayakan kesehatannya, seperti membuatnya lebih sakit atau melemahkan fisiknya, maka dia akan dibebaskan dari kewajiban ini. Dia diharuskan menahan diri dari puasa untuk mempertahankan kehidupan manusia, meskipun dia memiliki keyakinan yang kuat atau ketakutan bahwa hal itu akan membahayakan penampilan fisiknya dan keselamatan janinnya.

 

 

Baca juga: Hukum Puasa bagi Musafir, yang Harus Diketahui

 

Wallahu a’lam bish-shawab.

 

Sekian pembahasan Annabil kali ini, bagi kalian yang ingin bertanya ataupun berkomentar terkait konten-konten Islami silahkan hubungi email kami di umrah.batemuri@gmail.com atau terus cek artikel kami di www.batemuritour.com









Whatsapp Logo
Start a Conversation Hi! Click one of our member below to chat on Whatsapp