Hijab dalam Hukum Waris Islam: Menurut Imam Muhammad bin Ali Ar-Rahabi

By. Ibnu Fikri Ghozali - 01 Feb 2024

Bagikan:
img

Batemuritour.com- Imam Muhammad bin Ali Ar-Rahabi membahas masalah hijab dalam hukum waris Islam melalui bait nadham yang mencakup berbagai situasi. Dalam konteks ini, hijab memiliki makna tidaknya seseorang mendapatkan warisan yang seharusnya bisa ia peroleh, disebabkan oleh adanya ahli waris yang lebih dekat hubungannya dengan si mayit.

 

Baca juga: KH Ali Maksum: Ulama dan Pembangun Karakter Bangsa

 

Pengertian Hijab dalam Ilmu Faraidl (Ilmu Waris)

Hijab, menurut istilah ulama ahli faraidl, mengacu pada tidak bisanya seseorang mendapatkan warisan yang sebenarnya dapat diterimanya. Ini bukan karena adanya hambatan yang secara langsung menghalangi penerimaan warisan, melainkan karena adanya ahli waris yang lebih dekat dengan si mayit.

 

Dalam terminologi ini, individu yang terhalang haknya untuk menerima warisan disebut sebagai "mahjub," sedangkan ahli waris yang menghalanginya disebut sebagai "hajib."

 

Dua Jenis Hijab: Hirmân dan Nuqshân

  1. Hijab Hirmân: Seorang mahjub benar-benar tidak dapat menerima bagian warisan secara keseluruhan. Contohnya, seorang cucu laki-laki mungkin tidak dapat menerima bagian warisan ketika ia bersamaan dengan anak laki-laki si mayit.

  2. Hijab Nuqshân: Seorang ahli waris terhalang mendapatkan bagian warisnya secara penuh, namun tidak sepenuhnya diblokir. Sebagai contoh, seorang suami mungkin tidak dapat menerima setengah dari warisan dan hanya mendapatkan seperempat jika ia bersamaan dengan anak atau cucunya si mayit.

 

Ahli Waris yang Tidak Bisa Mahjub dengan Hijab Hirmân

Enam ahli waris yang tidak bisa mahjub dengan hijab hirmân adalah bapak, ibu, anak laki-laki, anak perempuan, suami, dan istri.

 

Ahli Waris yang Bisa Mahjub dengan Hijab Hirmân dan Nuqshân

Sisanya dari ahli waris, termasuk kakek, nenek, cucu laki-laki dari anak laki-laki, saudara-saudara si mayit, waladul umm (saudara seibu), dan cucu perempuan dari anak laki-laki, dapat menjadi mahjub baik dengan hijab hirmân maupun hijab nuqshân.

 

Baca juga: Napak Tilas Perjalanan Hidup Syekh Yusuf al-Makassari

 

Hijab Nuqshân pada Berbagai Ahli Waris

Contoh-contoh hijab nuqshân pada beberapa ahli waris tertentu adalah sebagai berikut:

  • Kakek menjadi mahjub ketika bersamaan dengan bapak si mayit.
  • Nenek menjadi mahjub ketika bersamaan dengan ibu si mayit.
  • Cucu laki-laki dari anak laki-laki menjadi mahjub ketika bersamaan dengan anak laki-laki si mayit.
  • Semua saudara si mayit baik laki-laki maupun perempuan menjadi mahjub dengan berbagai kombinasi.

 

Pentingnya Mu’ashshib dalam Hijab Nuqshân

Mu’ashshib (ahli waris yang mengashabahkan) dapat mengubah status mahjub menjadi mendapatkan bagian ashabah bil ghair. Contohnya, cucu laki-laki dari anak laki-laki dapat menjadi mu’ashshib bagi cucu perempuan dari anak laki-laki, sehingga yang sebelumnya mahjub menjadi mendapatkan bagian ashabah bil ghair.

 

Terhalang Mendapatkan Warisan karena Sifat

Orang-orang tertentu, seperti pembunuh si mayit, orang kafir, dan budak, terhalang mendapatkan warisan karena sifat keberadaan mereka. Namun, hal ini tidak menghalangi ahli waris lain untuk mendapatkan warisan.

 

Penting untuk dicatat bahwa meskipun seseorang tidak dapat menerima warisan karena sifat tertentu, hal itu tidak mempengaruhi ahli waris lainnya dalam mendapatkan hak waris mereka.

 

Baca juga: Kisah Ketika Pemboikotan Kaum Quraisy terhadap Rasulullah dan Bani Hasyim

 

Imam Ar-Rahabi memberikan pemahaman yang mendalam mengenai konsep hijab dalam hukum waris Islam, membahas berbagai situasi yang dapat memengaruhi hak waris seseorang. Pemahaman ini menjadi panduan bagi umat Islam dalam menentukan pembagian warisan sesuai dengan ketentuan syariah.









Whatsapp Logo
Start a Conversation Hi! Click one of our member below to chat on Whatsapp