Kisah Ali bin Al Muwaffaq yang Amalannya Mengalahkan 600.000 Jemaah Haji

By. Miftahul Jannah - 19 Mar 2024

Bagikan:
img

Batemuritour.com- Menunaikan ibadah haji dan memiliki gelar mabrur merupakan hal yang dicita-citakan oleh setiap muslim. Namun, dibalik tunainya ibadah haji dan disematkannya gelar mabrur yang didamba-dambakan oleh setiap muslim pasti ada perjuangan panjang yang telah dilakukan entah telah menabung dari lama, entah menunggu lama karena keterbatasan kuota, dan perjuangan-perjuangan yang lainnya.

 

Baca Juga : “Uwais Al Qarni Berhaji” Kisah Pemuda Istimewa di Mata Rasulullah

 

Tetapi ternyata ada seseorang yang tiba-tiba mendapatkan gelar mabrur meskipun belum pernah mengunjungi Baitullah untuk menunaikan ibadah haji. Kisah ini diriwayatkan oleh Abdullah bin Al Mubarak yang menceritakan bahwa setelah menunaikan ibadah haji, beliau beristirahat dan tidur karena telah lelah melaksanakan ibadah haji. Saat tertidur, ia bermimpi sedang melihat dua malaikat yang turun dari langit yang sedang berbicara.

 

Salah satu malaikat bertanya kepada malaikat yang satunya, “Berapa banyak orang yang datang untuk menunaikan ibadah haji tahun ini?” dijawab oleh malaikat yang ditanya “Mereka berjumlah 600.000 jemaah”. Kemudian malaikat tersebut bertanya lagi “Berapa banyak dari mereka yang ibadah hajinya diterima oleh Allah SWT?”. Dijawab lagi “Tidak ada satu pun dari mereka”.


Percakapan tersebut membuat Abdullah bin Al Mubarak menangis dan merasa gemetar sambil berkata, "Apakah semua orang yang berhaji ini datang dari tempat yang sangat jauh dengan perjuangan dan kelelahan melewati gurun yang luas, namun semua usahanya menjadi sia-sia?". Dengan keadaan masih menangis dan gemetar, ia pun terus mendengarkan percakapan kedua malaikat tersebut.

Malaikat melanjutkan pembicaraanya "Namun, ada seseorang yang meskipun tidak melaksanakan haji, amal perbuatannya diterima oleh Allah dan semua dosanya diampuni. Karena dia, seluruh jemaah haji diterima oleh Allah."


"Bagaimana hal itu bisa terjadi?". Malaikat yang sering bertanya pun tambah keheranan. Dijawab dengan lantang bahwa "Itu adalah kehendak Allah." Namun, malaikat tersebut masih terheran-heran dan menanyakan kembali "Siapakah orang tersebut?". Dijawab "Orang itu adalah Ali bin Al Muwaffaq, seorang laki-laki yang bekerja menjadi tukang sol sepatu di Kota Damaskus."

Setelah mendengar ucapan itu, Abdullah bin Al Mubarak terbangun dari tidurnya dan selalu teringat-ingat mimpi tersebut. Setelah kembali dari ibadah haji, ia tidak langsung pulang ke rumahnya, namun langsung pergi mengunjungi Damaskus, Suriah.

Ketika ia sampai di tempat yang dituju, ia mencari laki-laki yang bernama Ali bin Al Muwaffaq kepada semua orang yang ditemuinya. Kemudian ada salah satu tukang sol yang mengetahui menjawab "Iya, dia ada di tepi kota,"

Setelah sampai di tempat tersebut, dia menemukan seorang tukang sol sepatu yang berpakaian sederhana. Kemudian Abdullah bertanya "Apakah Anda Ali bin Al Muwaffaq?"

"Iya, tuan. Ada yang bisa saya bantu?" jawaban dari Ali.

"Saya ingin tahu apa yang telah Anda lakukan sehingga Anda layak menerima pahala haji yang diterima oleh Allah, padahal Anda tidak pergi menunaikan haji." tanya Abdullah dengan penuh tanda tanya

"Saya sendiri tidak tahu, tuan." Jawab Ali.

"Ceritakanlah kehidupanmu selama ini aku ingin mendengarkannya." Sahut Abdullah.

 

Baca Juga : Kisah Malaikat Menggantikan Abdullah bin Mubarak untuk Berhaji


Ali bin Al Muwaffaq kemudian menceritakan, "Selama puluhan tahun lalu, setiap tiba hari saya selalu menyisihkan sebagian uang penghasilan sebagai tukang sol sepatu. Saya menabung sedikit demi sedikit hingga akhirnya pada tahun ini, saya memiliki 350 dirham, jumlah uang yang cukup untuk pergi menunaikan ibadah haji. dan saya sudah siap untuk berangkat haji."

"Tapi Anda tidak pergi menunaikan haji." tanya Abdullah bin Al Mubarak "Benar." Jawab Ali. "Apa yang terjadi, ceritalah?" ucap Abdullah

Ali menceritakan bahwa "Pada saat saya hendak pergi haji, istri saya hamil dan sedang mengidam. Ia menginginkan aroma makanan yang lezat."

"Suamiku, apakah kau mencium aroma masakan yang enak ini?". Dijawab ali "Iya, sayang." "Cobalah cari siapa yang memasak, aroma masakannya sangat harum. Tolong mintakan sedikit untukku," pintanya.

"Akhirnya, saya mencari-cari sumber aroma masakan itu. Ternyata berasal dari gubuk reyot yang hampir roboh. Ternyata didalamnya dihuni oleh seorang janda dan enam anaknya. Saya memberitahunya bahwa istri saya menginginkan masakan yang dia masak karena aromanya yang begitu lezat, meskipun hanya sedikit. Janda itu diam dan memandang saya, jadi saya mengulangi kata-kata saya," ungkap Ali.

Akhirnya, dengan sedikit ragu, dia mengatakan, "Tidak boleh, tuan."

"berapapun harganya, saya akan membelinya."

"Makanan ini tidak dijual, tuan," katanya sambil meneteskan air mata.

"Mengapa?" tanya Ali.

Dengan berlinang air mata, janda tersebut menjawab, "Makanan ini halal bagi kami, namun haram bagi tuan."

Dalam hatinya, Ali bertanya, "Bagaimana mungkin ada makanan yang halal baginya, tapi haram bagiku, padahal kita ssama-sama muslim?" Oleh karena itu, dia mendesaknya lagi, "Kenapa?"

"Selama beberapa hari, kami tidak memiliki makanan. Di rumah kami tidak ada makanan sama sekali. Hari ini, kami melihat seekor keledai mati, jadi kami mengambil sebagian dagingnya untuk dimasak dan dimakan," janda itu menjelaskan sambil menangis.

Mendengar cerita itu, Ali menangis dan pulang ke rumah. Ia menceritakan kejadian tersebut kepada istrinya dan ia juga menangis. Akhirnya, kami memasak makanan dan pergi ke rumah janda tersebut.

"Kami membawa makanan untukmu."

Ali memberikan 350 dirham (uang yang dikumpulkannya untuk pergi menunaikan haji) kepada mereka. "Gunakan uang ini untuk keluarga Anda. Gunakan untuk usaha agar Anda tidak kelaparan lagi."

Mendengar cerita itu, Abdullah bin Al Mubarak tidak bisa menahan air mata. Ternyata, inilah amal yang dilakukan oleh Ali bin Al Muwaffaq sehingga Allah SWT menerima amalan hajinya meskipun dia tidak mendapatkan kesempatan untuk menunaikan ibadah haji.
 

Baca Juga : Safar Sebagai sepenggal Azab Namun Do'anya Diijabah

 

Kisah Ali bin Al Muwaffaq mengajarkan kita bahwa kebaikan tak mengenal batasan waktu, tempat, atau status sosial. Sekecil apapun perbuatan baik yang dilakukan dengan tulus, akan diangkat oleh Allah SWT. Semoga kisah inspiratif Ali bin Al Muwaffaq menjadi motivasi bagi kita semua untuk senantiasa berbuat kebaikan, bahkan dalam hal-hal yang sederhana sekalipun, karena sesungguhnya kebaikan takkan pernah sia-sia di mata Allah SWT.









Whatsapp Logo
Start a Conversation Hi! Click one of our member below to chat on Whatsapp