Benarkah Nabi Muhammad Hanya Menjalankan Ibadah Haji Sekali Seumur Hidup?

By. Siti Rahmawati - 22 May 2023

Bagikan:
img

Batemuritour.com- Dalam Islam, haji adalah ibadah yang diwajibkan kepada setiap muslim yang mempunyai kesanggupan untuk melaksanakannya.

 

Perintah tentang kewajiban haji bagi Nabi Muhammad dan umatnya, menurut jumhur ulama, diterima pada 6 H./628 M.,

 

yakni ketika firman Allah yang memerintahkan Muhammad dan umatnya untuk melaksanakan ibadah haji dan umrah itu diterima oleh Rasulullah.

 

 

 

 

Sumber gambar: liputan6.com

 

 

 

Untuk melaksanakan perintah tersebut, pada tahun itu juga, 6 Dzulqa'dah/8 Maret, Nabi Muhammad dengan disertai 1.500 pengikutnya bertolak ke Makah untuk melaksanakan umrah.

 

 

Akan tetapi, perjalanan umrah itu terhenti karena dicegah oleh sebagian penduduk Makah di Hudaibiyah, 9 mil dari kota Makah.

 

Setelah kedua kelompok tersebut melakukan perundingan, tercapailah suatu kesepakatan antara kaum muslim Madinah dengan kaum musyrik Makah. Perjanjian itulah yang kemudian populer dengan sebutan perjanjian Hudaibiyah.

 

 

Di antara isi kesepakatan itu adalah umat Islam belum diperkenankan memasuki Makah pada tahun itu. Mereka baru diperbolehkan mengunjungi kota suci itu tahun berikutnya selama tiga hari

 

Sebelum melaksanakan ibadah haji, Nabi Muhammad ternyata telah beberapa kali melaksanakan ibadah umrah.

 

 

Terjadi perbedaan informasi tentang berapa kali Nabi Muhammad melaksanakan umrah. Menurut Â'isyah, Ibn Umar, dan Anas, Nabi Muhammad telah empat kali melaksanakan umrah.

Keempat umrah itu, menurut Anas, adalah umrah Hudaibiyah, umrah tahun berikutnya(7 H./929 M.), yakni setelah umrah yang pertama, umrah Dzulqa'dah, dan umrah ketika beliau melaksanakan ibadah haji.

Selain empat umrah tersebut.

 

 

 

 

Baca juga:

 

Haji Sebelum Masuknya Islam, Bagaimana Haji yang Dilaksanakan Nabi Adam AS ?

 

Seruan Haji Pertama Kali oleh Nabi Ibrahim

 

 

Menurut Hammâm, Nabi Muhammad juga melaksanakan umrah Ji'ranah, yakni ketika beliau membagi harta rampasan perang Hunain, yang terjadi setelah penaklukan kota Makkah (fath Makah).

 

Sumber lain, yakni dari Barâ'ah bin Azib, mencatat bahwa Rasulullah melaksanakan umrah dua kali pada bulan Dzulqa'dah.

 

Menurut Ibn Tin, sesungguhnya umrah Hudaibiyah tidak terjadi dan digantikan dengan umrah pada tahun berikutnya (umrah gadhiyah), keduanya digabung dan dihitung sekali umrah saja.

 

 

 

 

Akan tetapi, pendapat yang mungkin adalah Nabi Muhammad melaksanakan umrah hanya tiga kali selama hidupnya: pertama, umrah yang dilaksanakan pada 7 H./629 M.,

 

untuk menepati perjanjian Hudaibiyah; kedua, pada 8 H./630 M.) yang disebut umrah Dzulqa'dah atau Ji'ranah, dan ketiga, pada 10 H./ 632 M., yakni ketika beliau melaksanakan haji wada (haji perpisahan).

 

 

 

Haji Wada'

 

Nabi Muhammad hanya sekali melaksanakan ibadah haji. Tidak terdapat perbedaan pendapat mengenai hal ini. Nabi melaksanakan haji pada 10 H./632 M., yang terkenal dengan haji wada' karena tiada berapa lama sesudah itu nabi wafat.

 

Pada 8 H./630 M., setelah fath Makah, nabi tidak segera melaksanakan ibadah haji karena pada tahun itu penduduk Makah melaksanakan haji pada bulan Dzulqa'dah sesuai dengan tradisinya.

 

 

Tahun berikutnya, ketika masyarakat Makah melaksanakan haji pada bulan Dzulhijjah, nabi sebenarnya tidak bermaksud untuk melaksanakan haji.

 

Akan tetapi, muslimin Madinah diperbolehkan melaksanakan haji pada tahun itu. Jama'ah haji Madinah itu dipimpin oleh Abu Bakar ash-Shiddiq.
 

 

 

 

Sejarah Haji dalam Islam

 

Setelah Abu Bakar dan jama'ahnya meninggalkan Madinah, nabi menerima wahyu dari Allah (surat at-Taubah atau Barâ'ah).

 

Setelah wahyu itu turun, Ali bin Abi Thalib diperintahkan untuk menyusul Abu Bakar, dengan maksud untuk membacakan ayat-ayat yang baru diwahyukan itu sesudah wukuf.

Ketika itu, kaum muslimin dan kaum musyrikin melaksanakan wukuf bersama-sama. Sesudah Abu Bakar membacakan khotbah wukuf, Ali bin Abi Thalib menyampaikan ayat- ayat yang baru diturunkan kepada nabi.

 

 

 

Ayat-ayat tersebut menyatakan pembatalan perjanjian Hudaibiyah; pemberian kesempatan kepada orang-orang musyrik selama empat bulan untuk berbenah diri.

 

Menyatakan bahwa haji yang baru dilaksanakan ini adalah Haji Akbar; hukuman Allah dan rasul-Nya untuk orang-orang kafir yang memusuhi Islam, terkecuali mereka yang berdamai dengan kaum muslimin.

Pada saat itu juga dinyatakan bahwa mulai tahun itu kaum muslimin dan musyrikin tidak diperkenankan berkumpul untuk bersama-sama melaksanakan haji sebagaimana yang telah terjadi.

 

 

Baca juga :

 

Ka’bah Bukan Tujuan, Tapi Pedoman Arah!

 

 

 Setelah terjadi fath Makkah kaum muslimin tampaknya menjadi satu- satunya kekuatan politik atas Makah. Pelaksanaan ibadah harus terpisah bagi kedua kelompok, baik tempat maupun waktunya.

 

Kaum musyrikin yang tidak mau berdamai dengan kaum muslimin akan dibersihkan dari Makah.

 

 

 

Sebagaimana dijelaskan di muka bahwa selama hidupnya, Nabi Muhammad hanya sekali melaksanakan ibadah haji, yaitu haji wada (10 H./632 M.), empat tahun setelah turunnya perintah kewajiban haji beliau terima.

 

Jika demikian kenyataannya lantas muncul pertanyaan, apakah haji harus dikerjakan dengan segera ('ala al-faur) atau dapat ditunda ('ala at-tarâkhí).

 

 

 

Barangkali yang lebih utama adalah segera melaksanakan haji kalau memang sudah sanggup (istità'ah), namun jika ada halangan atau alasan tertentu maka ia dapat ditunda, sebagaimana dilaksanakan oleh nabi. 

 

 

 

Baca juga:

 

 

 

 

 

 

Waallahu A'alam Bisshowab

 

Sekian pembahasan Batemuritour kali ini, bagi kalian yang ingin bertanya ataupun berkomentar terkait konten-konten Islami silahkan hubungi email kami di umrah.batemuri@gmail.com atau terus cek artikel kami di www.batemuritour.com

 









Whatsapp Logo
Start a Conversation Hi! Click one of our member below to chat on Whatsapp