Batemuritour.com- Dalam pelaksanaan ibadah haji, setiap rangkaian ritual memiliki hukum dan tata cara yang telah ditentukan syariat. Salah satunya adalah mabit di Muzdalifah, yakni bermalam setelah wukuf di Arafah sebelum melanjutkan ke Mina. Namun, dalam kondisi tertentu, syariat memberikan keringanan (rukhsah) berupa kebolehan murur atau hanya lewat di Muzdalifah tanpa turun dari kendaraan.
Baca Juga : 4 Alasan Jemaah Haji Lansia Lebih Baik Salat di Hotel daripada Masjidil Haram
Murur berasal dari kata Arab yang berarti “melewati”. Dalam konteks ibadah haji, murur di Muzdalifah adalah bentuk mabit yang dilakukan dengan cara melintas di area Muzdalifah tanpa turun dari bus, setelah jamaah meninggalkan Arafah. Jamaah tetap berada di dalam kendaraan dan langsung dibawa menuju Mina.
Kebijakan ini didasarkan pada Keputusan Pengurus Besar Harian Syuriah PBNU dalam hasil Bahtsul Masail Al-Diniyyah Al-Waqi’ah (28 Mei 2024). Keputusan ini mengakomodasi realitas padatnya jamaah dan potensi risiko fisik, terutama bagi jamaah lansia dan yang mengalami uzur (kesulitan fisik).
Dalam infografis resmi dari Kementerian Agama RI, dijelaskan beberapa poin penting:
1. Murur sudah sah dianggap mabit jika dilakukan lewat tengah malam tanggal 10 Zulhijah, karena sudah mencukupi syarat mabit dan mengikuti waktu utama setelah wukuf di Arafah.
2. Jika melewati Muzdalifah sebelum tengah malam, maka hukumnya sunnah, bukan wajib.
Baca Juga : 5 Tips Shalat bagi Jemaah Haji Difabel Agar Nyaman dan Khusyuk di Tanah Suci
3. Jamaah yang mengalami uzur seperti kepadatan ekstrem di area Muzdalifah tidak terkena kewajiban membayar DAM (denda).
Pendapat ini sejalan dengan prinsip tasamuh (toleransi) dalam Islam dan penerapan hukum rukhsah, yang memungkinkan ibadah tetap sah walau ada penyesuaian teknis, selama dalam kerangka syariat.
Murur menjadi solusi bijak bagi jamaah lanjut usia, perempuan hamil, atau yang memiliki kondisi kesehatan tertentu. Ketimbang memaksa mereka turun dan bermalam di tempat terbuka yang padat, mereka cukup melewati Muzdalifah secara tertib dalam bus sesuai waktu syar’i.
Langkah ini juga mencegah risiko kelelahan, dehidrasi, dan kemacetan di jalan, yang sering kali terjadi saat ribuan jamaah bergerak serentak dari Arafah ke Mina.
Hukum murur di Muzdalifah menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang penuh kasih dan memperhatikan kemaslahatan umatnya. Dengan memahami aturan ini, jamaah haji Indonesia bisa menjalankan ibadah secara tenang, sah, dan sesuai syariat tanpa memberatkan diri.
Baca Juga : 5 Tips Adaptasi Budaya Saat Berhaji Agar Nyaman di Tanah Suci
Kementerian Agama RI terus mengedukasi jamaah tentang pentingnya memahami fiqih haji kontemporer, agar ibadah tetap khusyuk, aman, dan mabrur. Untuk informasi lebih lanjut, jamaah dapat mengakses laman resmi Kemenag atau berkonsultasi langsung dengan petugas pembimbing ibadah.